Stress Bisa Merusak Otak

Suatu stress bagai obat, dalam jumlah yang tepat bermanfaat namun beracun jika berlebih. Adrenalin yang diproduksi tubuh saat mengalami stress menimbulkan sensasi  kesenangan dan gairah , sehingga kita seringkali bersemangat menjalani kehidupan . Namun stess berkepanjangan berakibat fatal. Otak dan syaraf bisa rusak.
 Bagaimana stress yang tidak nyata bisa merusak tubuh?  Jawabanya, stress memicu perubahan kimia tubuh.
 Dalam situasi  yang menekan, tubuh bereaksi dengan mengeluarkan berbagai hormone seperti adrenalin, norepinephrin, dan kortisol. Hormon-hormon ini meningkatkan denyut jantung dan pernapasasan, mengirim lebih banyak darah ke otot rangka, meredakan nyeri , menstimulasi system kekebalan tubuh, serta mengubah gula dan lemak menjadi energy.
stress

Mekanisme itu merupakan naluri tubuh dalam bersiap menghadapi ancaman dari luar. Membuat individu bersangkutan menjadi waspada dan bersemangat untukmelakukan perlawanan. Jika situasi menekan lelah dilalui, maka tubuh menjadi normal kembali.
Boleh dibilang stress merupakan proses normal tubuh dalam mengatasi ancaman emosional maupun tantangan. Respon terhadap stressor (penyebab stress) berfungsi melindungi organ tubuh. Namun, keberadaan stressor terus menerus misalnya penyiksaan atau tindakan kekerasan yang berlangsung lama, peperangan, menderita sakit kronis, maupun terjebak pada situasi yang menekan, berpotensi mengganggu kesehatan.

Stress yang berkepanjangan dapat akan meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung,  menimbulkan gangguan pencernaan, ketegangan otot dan  nyeri punggung, melemahkan system kekebalan tubuh, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi serta memperparah kondisi kronis misalnya eksim.
Paul J Lambroso dari Universitas Yale dan Robert  Sapolsky dari Universitas Stanford meneliti hubungan antara stress dan kesehatan. Dalam laporan yang dimuat di Journal American Academy of Child and Adolescent Psychiatry dipaparkan, kucuran hormone stress berkepanjangan dapat mengerutkan bagian tertentu otak, terutama hippocampus yaitu bagian otak yang berperan dalam proses kognitif. Karenya tidak jarang seseorang yang mengalami stress berkepanjangan menjadi pelupa dan sulit belajar. Walau mungkin untuk dipulihkan , namun dalam jangka panjang kerusakan menjadi permanen.
“ Respon stress sangat penting untuk keselamatan. Namun, stress berlebihan merusak  pelbagai aspek fisiologi, termasuk respon imun, system kardiovaskuler, maupun kemampuan reproduksi. Stres juga membahayakan system saraf” ulas Sapolsky.

Respon stress ditandai dengan produksi sejumlah molekul termasuk hormone  glukokortikoid yakni hidrokortison merupakan molekul tidak larut air, sehingga tinggal lebih lama di peredaran darah. Karena itu, pengaruhnya juga lebih lama dibanding hormone peptida, faktor pertumbuhan dan neurotransmitter.
Glukokortokoid berlebih menyebabkan gangguan pada proses dendrit yaitu pengantaran rangsangan oleh juluran protoplasma sel saraf ke badan sel saraf sehingga menyebabkan perubahan bentuk.
Selain gangguan proses dendrite , hormone stress juga meruasak syaraf pyramidal dari hippocampus. Jika stress segera berakhir , kerusakan bisa diperbaiki. Tetapi , jika stress berkepanjangan menyebabkan sel saraf keburu mati sebelum memulihkan diri.
Tidak hanya mengganggu pengantaran rangsangan ke sel saraf, stress juga menghambat proses pembaruan jaringan syaraf. Hal ini dikemukakan Direktur Laboratorium Neuroendokrinologi Universitas  Rockefeller, New York, Amerika Serikat, Bruce McEwen, sebagaimana dikutip situs Huntingtons Disease (HD) Lighthouse.

Dalam Kongres  Internasional Neuroendokrinologi yang berlangsung di New York, September 2002, McEwen melaporkan, selain menyebabkan pengerutan hippocampus pada tikus percobaan serta perubahan proses dendrite, stress juga menghambat neurogenesis atau pembentukan jaringan saraf.
Tim McEwen menemukan penurunan proliferasi (perkembangan) sel precursor (pemicu pembentukan ) sel asaraf hingga setengah jumlah seharusnya pada hippocampus tikus setelah diberi perlakuan  yang menimbulkan stress  selama tiga minggu.
Pelepasan asam amino akibat ketegangan misalnya  glutamate juga menimbulkan akibat serupa. MCEwen menduga penghambatan neurogenesis merupakan bentuk perlindungan dari bahaya kerusakan akibat ketegangan berlebihan.
Bagian dan fungsi otak

Bagaimana dengan pengaruh stress pada masa kecil? Pada percobaan dengan binatang sebagaimana dipaparkan dalam situs National Institute of Mental Health, AS, para peneliti membuktikan masa awal kehidupan sangat menentukan kemampuan menghadapi  stress di masa selanjutnya.
Mereka melakukan pengamatan terhadap anak tikus selama 15 menit tiap hari dari induknya. Reaksi induk dengan menjilat  dan mengurus  anak saat dikembalikan mengubah kimia otak anak tikus kea rah positif dan membuatnya lebih tahan terhadap rangsang stress. Perilaku itu membuat anak maupun induk tikus  bereaksi sewajarnya terhadap stress. Tidak menunjukkan kegelisahan berlebihan.
Hal ini berbeda dengan kondisi anak tikus yang dipisahkan dalam waktu yang jauh lebih lama, yaitu tiga jam per hari. Induk tikus cenderung mengabaikan anaknya saat dikembalikan. Akibatnya, anak tikus memperlihatkan respon berlebihan terhadap stress. Respon itu dilaporkan terbawa sampai tikus menjadi  dewasa.
Menurut  para ilmuwan, tikus yang dirawat baik dan di besarkan dalam kondisi penuh kasih sayang memiliki lapisan luar otak lebih tebal dan jaringan sel saraf lebih lebat  di bandingkan tikus yang terabaikan.
Penelitian lain terhadap bayi monyet yang dibesarkan oleh induk yang mengalami kesultan untuk mendapatkan makanan menunjukkan anak monyet memiliki cortioco-tropin releasing factor (CRF) dalam kadar tinggi dalam cairan otak dan sumsum tulang belakang. Pola ini juga tampak pada manusia yang mengalami gangguan stress  traumatic  dan depresi. Induk monyet yang mengalami stres akibat pemberian makanan yang tidak menentu bersikap inkonsisten dan seringkali  mengabaikan anaknya. Akibatnya, anak monyet mengalami kecemasan  luar biasa  jika dipisahkan dengan induknya atau berhadapan dengan lingkungan baru. Saat dewasa, monyet tersebut kurang mampu bersosialisasi dan cenderung tunduk pada monyet lain.
Meski terlalu dini untuk membuat kesimpulan dari eksperimen terhadap binantang, namun hasil penelitian itu perlu dipertimbangkan, Perlu penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh stress masa kecil terhadap respon stress sepanjang  hidup  individu serta perkembangan lapisan luar otak.

Mengingat bencana, perubahan hidup, konflik dan pelbagai hal lain yang bisa menimbulkan reaksi stress merupakan bagian dari kehidupan , penting bagi kita untuk belajar mengendalikan penyebab stress sehingga tidak mengganggu kesehatan. Cara kita memandang stressor  menentukan apakah stress dianggap sebagai tantangan atau ancaman, untuk menyemangati hidup atau merusak hidup.
 Ada banyak kiat untuk menghadapi stress. Salah satunya dengan rajin berolahraga. Sejak lama olahraga terbukti berkhasiat memperkuat ketahanan tubuh, meredakan ketegangan, dan membuat tidur lebih nyenyak. Hal ini membantu tubuh memulihkan diri , setidaknya mengurangi stress, depresi, dan kecemasanTak kalah penting adalahbergaya hidup sehat, tidak merokok, tidak minum alcohol, mengkonsumsi gizi seimbang, mengontrol berat badan, serta membiasakan diri untuk tenang. Sikap tenang, percaya diri dan optimistis, akan meningkatkan memampuan memecahkan masalah.



Sumber Referensi:
Kasih Yang Menyembuhkan (Peran Keluarga Dalam Menangani Penyakit), 2007. PT  Kompas Media Nusantara. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Share/Save/Bookmark

0 komentar: